Bacaan Al Fatihah yang baru saja mengalun (Senin, 9 April 2007 – jam 19.08) dari headphones-ku seolah memberikan petunjuk kepadaku betapa penting uraian kata-kata yang dikemas dalam Al Quran itu dalam kehidupan.
Kembali lagi ke cerita pakdheku… ngapain ya si tukul jelek berada dalam otakku.
Nggak tau kenapa hatiku terasa serrrr denger alunan lagu Al Fatihah ini sambil inget pakdheku. Selama hidupnya, ia bukanlah seorang yang disegani… atau bahkan mungkin dihindari… Aku mengakuinya, kakaku mengakuinya, anaknya yang sepupuku pun bersimpuh paruh menangis terseguk-seguk kala mengingat kepergiannya menghadap Sang Khalik.
Tapi kalau diruntut sejarahnya, pakdheku itu memang bandel bin ajaib, minta duit ga pernah ngasih duit, utang gak pernah di bayarnya, dikit-dikit utang, dikit dikit duit… mata duitan kali dia ya. Tapi jelek-jelek gitu juga sifat yang satu itu menurun di kakakku sendiri. Ah emboh… mau jadi apa kakakku sekarang ini. Yah, hanya Tuhan yang tahu… jawaban mudah, sederhana, dan gak perlu dicari jawabannya kan…Ya ngapain dicari sekarang toh nanti juga akan tahu sendiri…
Tiba-tiba lagi aku teringat senyuman si playboy (ya pakdheku itu yang playboy) yang terakhir kalinya. Tragis dan bahagia. Tragisnya dia mati dalam suasana yang tidak seharusnya alias gak diduka-duka. Bayangin, masak dia mati di dalam bis jurusan Semarang kota – Ngaliyan, konyol kan Tuhan tuh. Ngasih pelajaran kok kayak gitu… Gak terpuji sama sekali… Emangnya Tuhan butuh pujian apa? Au ah.. lagi-lagi itu rahasia Tuhan, ngapain kita mikirin Dia, mikirin kita sendiri aja susah. Maksudnya gak perlu lah kita mikirin bagaimana Dia, apa yang Dia suka dan apa yang enggak… Tapi ngomong-ngomong kenapa senyuman pakdheku yang terakhir kalinya itu tampak bahagia? Semua orang juga tidak akan menyangka secepat itu pakdheku akan menghadapNya. Lha wong masih teges… kuat… rosa… Gak ada yang nyangka dia itu bakalan selemah itu menghadapi semua permasalahan yang mendera dalam hidupnya. Bahagianya… mungkin ya… dia mati tersenyum seolah telah terbebas dari semua beban dan masalah. Dasar gak tanggung jawab, gak tau balas budi. Punya utang ditinggal mati, punya anak yang lagi tanggung yang semestinya diurus, malah ditinggal jalan-jalan di “pematang sawah yang hijau atau barangkali laut dangkal yang berwarna biru muda”. Kan gitu lagi… itu kan rahasia Tuhan.
Sebagai keponakan yang tidak pernah merasakan hangatnya sapa dan belaiannya, aku merasa sangat dekat sekali dan bahagia tatkala melihat beliau tenang merasakan hangat namun sejuk. Meskipun ada dalam ruangan yang sangat-sangat sempit, paling-paling 2 x 1 meter, tapi toh gak pernah protes. Nah sedangkan kita yang ada di dunia ini, dikasih lahan yang buesar buanget oleh Yang Kuasa aja masih sering protes, ‘gontok-gontokan’ gak jelas apa yang dituju. Ya iyalah, pakdheku kan udah gak bergerak, terang aja dia gak protes meski Cuma dikasih ruang 2 x 1 meter. Yang membuat dia tersenyum kan justru ada apa di dalam ruang yang super sempit itu. Tuhan kah membelainya, malaikat kah yang mengajaknya ngobrol, nabi-nabi kah yang mengajak nya berdakwah, atau bahkan teman-temannya yang telah terdahulu yang mengajaknya bermain-main. Kapan ya aku mengalami hal serupa? Enak mungkin ya… Ah itu kan rahasia Tuhan lagi…
Orang yang selama hidupnya keras, tegas, dan cenderung temperamental malahan di akhir hidupnya menjadi ajang orang-orang cengeng, nangis melihat dia diselonjorkan dalam peti bersalib. Sosok yang gak pernah kenal lelah mencari harapan hidup itu kini gak bisa napas lagi. Sang Tuhan udah memegang hidungnya rapat-rapat yang menyebabkan dia gak bisa napas lagi. Kok gak kenal lelah? Emang dia pekerja keras… Yap, pagi dan malam dia kerja, meski gak jelas penghasilannya, dan gak tau kemana penghasilannya itu pergi. Pagi buta dia udah pukul-pukul alu bikin bumbu soto ayam dan pecel, siangnya belanja untuk keperluan jualan di malam harinya. Malam harinya tuh jualan lontong campur. Bisa bayangin kan bagaimana rumitnya bikin lontong campur, 22 macam bumbu dan 22 proses pembuatan dilakoninya. Dan malam harinya dia jaga malam di kantor sebelah rumahnya yang juga bekas kantor bapakku. Pagi, siang, malam kerja sedikit celah untuk ngorok, istirahat… Ya itulah yang mungkin membuat beliau kesakitan.
Tapi gak pernah dirasa, paling-paling kalau sakit minta suntik mantri kesehatan yang menjadi langganannya. Mentok, disuntik Pinisilin dan dikasih puyer untuk obatnya. Udah abis itu sembuh. Gimana mau dirasa, lha wong cari duit untuk sedikit foya-foya aja susah buanget. Ihdinasirothalmustaqiem… mudah-mudah diberi petunjuk jalan yang lurus bagi kita yang ditinggalnya… maaf, tiba-tiba patikan ayat Al Fatihah itu keluar lagi di kupingku.
Aku gak akan menceritakan kronologis bagaimana pakdhekku itu meninggalkan kami… mungkin di lain kesempatan… tapi yang jelas pakdheku meninggal membawa ribuan kenangan pahit, kontemplatif, dan penuh pelajaran. Bahkan anaknya dari istri pertamanya yang suksespun menangis menyesali apa yang dilakukan tidak pernah memberikan kebahagiaan pada pakdheku itu. Sepupuku itu menyesali kenapa dia gak pernah tau apa yang diinginkan pakdheku selama hidupnya… Kami disini yang masih hidup dan sebentar lagi juga akan menyusulnya hanya bisa berkata: Ya Tuhan ampunilah dosa-dosa yang diperbuat selama hidupnya, terimalah dia disisiMu. Doa yang sederhana…
Ah kapan lagi ya aku makan lontong campur… Tuhan titip salam aja buat pakdheku itu… kapan akan buatin makanan yang kadang membuatku kangen itu…
No comments:
Post a Comment