Tuesday, April 10, 2007

Teori Kepemimpinan Menurut Falsafah Jawa

Dalam budaya jawa sebenarnya sangat sarat dengan filsafat hidup (ular-ular). Ada yang disebut Hasta Brata yang merupakan teori kepemimpinan, berisi mengenai hal-hal yang disimbolisasikan dengan benda atau kondisi alam seperti Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta,Samudra,Dahana dan Bhumi.

  • Surya (Matahari) memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan. Pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negaranya.
  • Candra (Bulan) , yang memancarkan sinar ditengah kegelapan malam. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberi semangat kepada rakyatnya ditengah suasana suka ataupun duka.
  • Kartika (Bintang), memancarkan sinar kemilauan, berada ditempat tinggi hingga dapat dijadikan pedoman arah, sehingga seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan bagi untuk berbuat kebaikan
  • Angkasa (Langit), luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya.Prinsip seorang pemimpin hendaknya mempunyai ketulusan batin dan kemampuan mengendalikan diri dalam menampungpendapat rakyatnya yang bermacam-macam.
  • Maruta (Angin), selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat da martabatnya.
  • Samudra (Laut/air), betapapun luasnya, permukaannya selalu datar dan bersifat sejuk menyegarkan. Pemimpin hendaknya bersifat kasih sayang terhadap rakyatnya.
  • Dahana (Api), mempunyai kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu.
  • Bhumi (bumi/tanah), bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya. Pemimpin hendaknya bermurah hati (melayani) pada rakyatnya untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai , agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : Aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh. Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.

Falsafah sebagai seorang anak buahpun juga ada dalam ajaran Jawa, ini terbentuk agar seorang bawahan dapat kooperatif dengan pimpinan dan tidak mengandalakan egoisme kepribadian, terlebih untuk mempermalukan atasan, seperti digambarkan dengan, Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi. Maksudnya, boleh cepat tapi jangan mendahului (sang pimpinan) , boleh pintar tapi jangan menggurui (pimpinan), boleh bertanya tapi jangan menyudutkan pimpinan. Intinya seorang anak buah jangan bertindak yang memalukan pimpinan, walau dia mungkin lebih mampu dari sang pimpinan. Sama sekali falsafah ini tidak untuk menghambat karir seseorang dalam bekerja, tapi, inilah kode etik atau norma yang harus di pahami oleh tiap anak buah atau seorang warga negara, demi menjaga citra pimpinan yang berarti citra perusahaan dan bangsa pada umumnya. Penyampaian pendapat tidak harus dengan memalukan,menggurui dan mendemonstrasi (ngrusuhi) pimpinan, namun pasti ada cara diluar itu yang lebih baik. Toh jika kita baik ,tanpa harus mendemonstrasikan secara vulgar kebaikan kita, orang pun akan menilai baik.

Dalam kehidupan umum pun ada falsafah yang menjelaskan tentang The Right Man on the Right Place (Orang yang baik adalah orang yang mengerti tempatnya). Di falsafah jawa istilah itu diucapakan dengan Ajining diri saka pucuke Lathi, Ajining raga saka busana. Artinya harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya). Sehingga tak heran jika seorang yang karena ucapan dan pandai menempatkan dirinya akan dihargai oleh orang lain. Tidak mengintervensi dan memasuki dunia yang bukan dunianya ini ,sebenarnya mengajarkan suatu sikap yang dinamakan profesionalisme, yang mungkin agak jarang dapat kita jumpai (lagi).

Tourist's spacecraft reaches ISS

Akhirnya benar juga apa yang dicita-citakan Pak Bendhi - Ketua sekolah tempat aku mengenyam pendidikan hospitality di Bandung. Bahwa, siapa tahu suatu saat kita akan jadi GM hotel di bulan. Artikel berikut akan mengawalinya. Mudah-mudahan....



A Russian spacecraft carrying two crew and billionaire space tourist Charles Simonyi has docked with the International Space Station (ISS).

The three men transferred to the ISS after a two-day flight from Earth.

Mr Simonyi, 58, paid $25m (£12.7m) for the trip. He is the fifth space tourist and will spend 10 days aboard the ISS.

The Hungarian-born US software engineer is the 450th person to enter orbit and, by his own admission, "the first nerd in space".

The Soyuz craft docked at 1910GMT, the Russian space centre said.

Among the cargo is a gourmet meal of roast quail marinated in wine and duck breast, selected by lifestyle guru Martha Stewart, a friend of Mr Simonyi.

It is to be consumed on Thursday, when Russia marks Cosmonauts Day.

Mr Simonyi is due to return to Earth on April 20, along with Russian Mikhail Tyurin and US astronaut Miguel Lopez-Alegria who have been on the ISS since September.

Oleg Kotov, Fyodor Yurchikin and Charles Simonyi
Simonyi flew with two professional cosmonauts

Another US astronaut, Sunita Williams, will remain on board with incoming cosmonauts Fyodor Yurchikhin and Oleg Kotov of Russia.

Mr Simonyi is carry out a series of experiments including measuring the amount of radiation he is exposed to while on board the ISS.

The aim is to help to generate an accurate map of the station's radiation environment.

Mr Simonyi began training for the flight six months ago at the Yuri Gagarin Cosmonaut Training Centre in Star City, Russia and at the Baikonur Cosmodrome in Kazakhstan.

He underwent a gruelling physical programme, including strict medical tests, to prepare him for the ride to escape the Earth's atmosphere and his time on board the ISS.

His trip was arranged by US-based Space Adventures.

The firm has previously sent four private explorers to space:

  • American Dennis Tito in 2001
  • South African Mark Shuttleworth in 2002
  • American Greg Olsen in 2005
  • Iranian-born US businesswoman Anousheh Ansari in September 2006.


Taken from: BBC News, 9 April 2007


Kenangan Lontong Campur (bagian 1)

Ah kenapa aku tiba-tiba teringat pada sosok pakdheku yang selama 72 tahun yang lalu aku kurang begitu mengenalnya lebih dalam. Malam ini dengan iringan suara burung dan gemercik air, aku kembali mengingat betapa orang itu (pakdheku) adalah seorang yang terus berjuang (dalam bahasa jawanya adalah prigel). Tapi entah apa yang diperjuangkan, aku sendiri ndak tahu. Bodo amat… who care…? Itu dulu beberapa tahun yang lalu, tapi hal itu tidak berlaku lagi alias semuanya duah lewat. Sikap masa bodoh itulah yang membuat banyak orang disampingnya meneteskan air mata tatkala melihatnya memberikan senyuman kecil tanda bahagia. Senyum tulus dan bahagia seolah-olah tidak bisa lepas dari tatapan mata sanak saudaranya bahkan anaknya sendiri. Akupun begitu, tanpa aku sadari senyuman itu mengundang satu pertanyaan yang mungkin ga bisa terjawab. Akankah beliau bahagia “disana”? “Dimana?” kataku. Disisi-Nya barangkali… mudah-mudahan. Ah itu hanya ocehan hati kecilku yang mencoba menghibur diriku dan orang-orang sekelilingnya yang tampak lugu, tampak kuat… padahal… ah aku nggak mau berprasangka. Udah lama aku meninggalkan sifat prasangka ini.

Bacaan Al Fatihah yang baru saja mengalun (Senin, 9 April 2007 – jam 19.08) dari headphones-ku seolah memberikan petunjuk kepadaku betapa penting uraian kata-kata yang dikemas dalam Al Quran itu dalam kehidupan.

Kembali lagi ke cerita pakdheku… ngapain ya si tukul jelek berada dalam otakku.

Nggak tau kenapa hatiku terasa serrrr denger alunan lagu Al Fatihah ini sambil inget pakdheku. Selama hidupnya, ia bukanlah seorang yang disegani… atau bahkan mungkin dihindari… Aku mengakuinya, kakaku mengakuinya, anaknya yang sepupuku pun bersimpuh paruh menangis terseguk-seguk kala mengingat kepergiannya menghadap Sang Khalik. Ada apa sih dengan pakdheku itu…? Tersirat di benakku bahwa inilah rahasia Tuhan yang dialami oleh semua orang… Tanpa melihat kenapa hal itu terjadi. Tanpa melihat bagaimana proses terjadinya. Hanya Tuhan yang tahu.

Tapi kalau diruntut sejarahnya, pakdheku itu memang bandel bin ajaib, minta duit ga pernah ngasih duit, utang gak pernah di bayarnya, dikit-dikit utang, dikit dikit duit… mata duitan kali dia ya. Tapi jelek-jelek gitu juga sifat yang satu itu menurun di kakakku sendiri. Ah emboh… mau jadi apa kakakku sekarang ini. Yah, hanya Tuhan yang tahu… jawaban mudah, sederhana, dan gak perlu dicari jawabannya kan…Ya ngapain dicari sekarang toh nanti juga akan tahu sendiri…

Tiba-tiba lagi aku teringat senyuman si playboy (ya pakdheku itu yang playboy) yang terakhir kalinya. Tragis dan bahagia. Tragisnya dia mati dalam suasana yang tidak seharusnya alias gak diduka-duka. Bayangin, masak dia mati di dalam bis jurusan Semarang kota – Ngaliyan, konyol kan Tuhan tuh. Ngasih pelajaran kok kayak gitu… Gak terpuji sama sekali… Emangnya Tuhan butuh pujian apa? Au ah.. lagi-lagi itu rahasia Tuhan, ngapain kita mikirin Dia, mikirin kita sendiri aja susah. Maksudnya gak perlu lah kita mikirin bagaimana Dia, apa yang Dia suka dan apa yang enggak… Tapi ngomong-ngomong kenapa senyuman pakdheku yang terakhir kalinya itu tampak bahagia? Semua orang juga tidak akan menyangka secepat itu pakdheku akan menghadapNya. Lha wong masih teges… kuat… rosa… Gak ada yang nyangka dia itu bakalan selemah itu menghadapi semua permasalahan yang mendera dalam hidupnya. Bahagianya… mungkin ya… dia mati tersenyum seolah telah terbebas dari semua beban dan masalah. Dasar gak tanggung jawab, gak tau balas budi. Punya utang ditinggal mati, punya anak yang lagi tanggung yang semestinya diurus, malah ditinggal jalan-jalan di “pematang sawah yang hijau atau barangkali laut dangkal yang berwarna biru muda”. Kan gitu lagi… itu kan rahasia Tuhan.

Sebagai keponakan yang tidak pernah merasakan hangatnya sapa dan belaiannya, aku merasa sangat dekat sekali dan bahagia tatkala melihat beliau tenang merasakan hangat namun sejuk. Meskipun ada dalam ruangan yang sangat-sangat sempit, paling-paling 2 x 1 meter, tapi toh gak pernah protes. Nah sedangkan kita yang ada di dunia ini, dikasih lahan yang buesar buanget oleh Yang Kuasa aja masih sering protes, ‘gontok-gontokan’ gak jelas apa yang dituju. Ya iyalah, pakdheku kan udah gak bergerak, terang aja dia gak protes meski Cuma dikasih ruang 2 x 1 meter. Yang membuat dia tersenyum kan justru ada apa di dalam ruang yang super sempit itu. Tuhan kah membelainya, malaikat kah yang mengajaknya ngobrol, nabi-nabi kah yang mengajak nya berdakwah, atau bahkan teman-temannya yang telah terdahulu yang mengajaknya bermain-main. Kapan ya aku mengalami hal serupa? Enak mungkin ya… Ah itu kan rahasia Tuhan lagi…

Orang yang selama hidupnya keras, tegas, dan cenderung temperamental malahan di akhir hidupnya menjadi ajang orang-orang cengeng, nangis melihat dia diselonjorkan dalam peti bersalib. Sosok yang gak pernah kenal lelah mencari harapan hidup itu kini gak bisa napas lagi. Sang Tuhan udah memegang hidungnya rapat-rapat yang menyebabkan dia gak bisa napas lagi. Kok gak kenal lelah? Emang dia pekerja keras… Yap, pagi dan malam dia kerja, meski gak jelas penghasilannya, dan gak tau kemana penghasilannya itu pergi. Pagi buta dia udah pukul-pukul alu bikin bumbu soto ayam dan pecel, siangnya belanja untuk keperluan jualan di malam harinya. Malam harinya tuh jualan lontong campur. Bisa bayangin kan bagaimana rumitnya bikin lontong campur, 22 macam bumbu dan 22 proses pembuatan dilakoninya. Dan malam harinya dia jaga malam di kantor sebelah rumahnya yang juga bekas kantor bapakku. Pagi, siang, malam kerja sedikit celah untuk ngorok, istirahat… Ya itulah yang mungkin membuat beliau kesakitan.

Tapi gak pernah dirasa, paling-paling kalau sakit minta suntik mantri kesehatan yang menjadi langganannya. Mentok, disuntik Pinisilin dan dikasih puyer untuk obatnya. Udah abis itu sembuh. Gimana mau dirasa, lha wong cari duit untuk sedikit foya-foya aja susah buanget. Ihdinasirothalmustaqiem… mudah-mudah diberi petunjuk jalan yang lurus bagi kita yang ditinggalnya… maaf, tiba-tiba patikan ayat Al Fatihah itu keluar lagi di kupingku.

Aku gak akan menceritakan kronologis bagaimana pakdhekku itu meninggalkan kami… mungkin di lain kesempatan… tapi yang jelas pakdheku meninggal membawa ribuan kenangan pahit, kontemplatif, dan penuh pelajaran. Bahkan anaknya dari istri pertamanya yang suksespun menangis menyesali apa yang dilakukan tidak pernah memberikan kebahagiaan pada pakdheku itu. Sepupuku itu menyesali kenapa dia gak pernah tau apa yang diinginkan pakdheku selama hidupnya… Kami disini yang masih hidup dan sebentar lagi juga akan menyusulnya hanya bisa berkata: Ya Tuhan ampunilah dosa-dosa yang diperbuat selama hidupnya, terimalah dia disisiMu. Doa yang sederhana…

Ah kapan lagi ya aku makan lontong campur… Tuhan titip salam aja buat pakdheku itu… kapan akan buatin makanan yang kadang membuatku kangen itu…


Saturday, April 7, 2007

Suara Kritis dari Arab

Dan bahkan orang Arab pun menganggap bahwa Islam itu agama yang membebaskan dan tidak mengekang apalagi memelihara kekerasan. Tuhan Yang Maha Tahu pasti akan memberikan petunjuk bagi siapa yang “kekerasan” dan siapa yang “membebaskan”. Mudah-mudahan…

Berikut ada cuplikan video yang mencerahkan...
http://www.youtube.com/watch? v=F0lut5DyQl8

Kang Sejo Melihat Tuhan

Bukan salah saya kalau suatu hari saya ceramah agama di depan sejumlah mahasiswa Monash yang, satu di antaranya, Islamnya menggebu. Artinya, Islam serba berbau Arab. Jenggot mesti panjang. Ceramah mesti merujuk ayat, atau Hadis. Lauk mesti halal meat. Dan, semangat mesti ditujukan buat meng-Islam-kan orang Australia. Tanpa itu semua jelas tidak Islami.

Saya pun dicap tidak Islami. Iman saya campur aduk dengan wayang. Dus, kalau pakai kaca mata Geertz, seislam-islamnya saya, saya ini masih Hindu. Memang salah saya, sebab ketika itu saya main ibarat: Gatutkaca itu sufi. Ia satria-pandita. Tiap saat seperti tidur, padahal berzikir qolbi. Jasad di bumi, roh menemui Tuhan. Ini turu lali, mripat turu, ati tangi: mata tidur hati melek, seperti olah batin dalam dunia kaum sufi.

Biar masih muda, hidup Gatutkaca seimbang, satu kaki di dunia satu lagi di akhirat. Mirip Nabi Daud: hari ini puasa, sehari esoknya berbuka. Dan saya pun dibabat ...

Juli tahun lalu saya dijuluki Gus Dur sebagai orang yang doanya pendek. Bukan harfiah cuma berdoa sebentar. Maksudnya, tak banyak doa yang saya hafal. Namun, yang tak banyak itu saya amalkan.

"Dan itu betul. Artinya, banyak ilmu ndak diamalkan buat apa?" kata Pak Kiai sambil bergolek-golek di Hotel Sriwedari, Yogya. Apa yang lebih indah dalam hidup ini, selain amal yang memperoleh pengakuan Romo Kiai? Saya merasa hidup jadi kepenak, nikmat.

Dalam deretan Sufi, Al Adawiah disebut "raja." Wanita ini hamba yang total. Hidupnya buat cinta. Gemerlap dunia tak menarik berkat pesona lain: getaran cinta ilahi. Pernah ia berkata, "Bila Kau ingin menganugerahi aku nikmat duniawi, berikan itu pada musuh-musuh-Mu. Dan bila ingin Kau limpahkan padaku nikmat surgawi, berikanlah pada sahabat-sahabat-Mu. Bagiku, Kau cukup."

Ini tentu berkat ke-"raja"-annya. Lumrah. Lain bila itu terjadi pada Kang Sejo. Ia tukang pijit -maaf, Kang, saya sebut itu- tunanetra.

Kang Sejo pendek pula doanya. Bahasa Arab ia tak tahu. Doanya bahasa Jawa: Gusti Allah ora sare (Allah tak pernah tidur): potongan ayat Kursi itu. Zikir ia kuat. Soal ruwet apa pun yang dihadapi, wiridannya satu: "Duh, Gusti, Engkau yang tak pernah tidur ..." Cuma itu.

"Memang sederhana, wong hidup ini pun dasarnya juga sederhana," katanya, sambil memijit saya.

Saya tertarik cara hidupnya. Saya belajar. Guru saya ya orang macam ini, antara lain. Rumahnya di Klender. Kantornya, panti pijat itu, di sekitar Blok M. Ketika saya tanya, apa yang dilakukannya di sela memijit, dia bilang, "Zikir Duh, Gusti ..." Di rumah, di jalan, di tempat kerja, di mana pun, doanya ya Duh, Gusti ... itu. Satu tapi jelas di tangan.







"Berapa kali Duh Gusti dalam sehari?" tanya saya.

"Tidak saya hitung."

"Lho, apa tak ada aturannya? Para santri kan dituntun kiai, baca ini sekian ribu, itu sekian ribu," kata saya

"Monggo mawon (ya, terserah saja)," jawabnya. "Tuhan memberi kita rezeki tanpa hitungan, kok. Jadi, ibadah pun tanpa hitungan."

"Sampeyan itu seperti wali, lo, Kang," saya memuji.

"Monggo mawon. Ning (tapi) wali murid." Dia lalu ketawa.

Diam-diam ia sudah naik haji. Langganan lama, seorang pejabat, mentraktirnya ke Tanah Suci tiga tahun yang lalu.

'Senang sampeyan, Kang, sudah naik haji?"

"Itu kan rezeki. Dan rezeki datang dari sumber yang tak terduga," katanya.

"Ayat menyebutkan itu, Kang."

"Monggo mawon. Saya tidak tahu."

Ketularan bau Arab, saya tanya kenapa doanya bahasa Jawa.

"Apa Tuhan tahunya cuma bahasa Arab?"

"Kalau sampeyan Dah Duh Gusti di bis apa penumpang lain ..."

"Dalam hati, Mas. Tak perlu diucapkan."

Ia, konon, pernah menolak zakat dari seorang tetangganya. Karena disodor-sodori, ia menyebut, "Duh, Gusti, yang tak pernah tidur ..." Pemberi zakat itu, entah bagaimana, ketakutan. Ia mengaku uang itu memang kurang halal. Ia minta maaf.

"Mengapa sampeyan tahu uang zakat itu haram"? tanya saya.

"Rumah saya tiba-tiba panas. Panaaaas sekali."

"Kok sampeyan tahu panas itu akibat si uang haram?"

"Gusti Allah ora sare, Mas," jawabnya.

Ya, saya mengerti, Kang Sejo. Ibarat berjalan, kau telah sampai. Dalam kegelapan matamu kau telah melihatNya. Dan aku? Aku masih dalam taraf terpesona. Terus-menerus


Mohammad Sobary, Tempo 12 Januari 1991

"Metamorforsis Sepasang Cincin"

Sore itu Si Ahmad dengan keseriusannya meneruskan pekerjaan di suatu perusahaan. Handphone berwarna biru tua miliknya yang kebetulan sudah berumur tua pula tiba-tiba berbunyi. Cepat-cepat ia buka SMS di handphone-nya itu, dan seketika mulutnya menganga heran sekaligus gembira, karena sore itu ia mendapatkan sebuah petunjuk untuk mencari sebuah harapan.

Spontan dia berpikir bahwa egoisme itu dengan sendirinya akan hilang apabila ada suatu aliran yang menghubungkan antara dia dan si pengirim sms itu. Berhari-hari ia berpikir apakah memang si pengirim sms itu benar-benar dengan apa yang tersirat dalam isi sms tersebut. Belum sampai keindahan itu tiba, si pengirim sms itu mendapatkan cobaan yang cukup menyita waktu dan membosankan.

Namun justru disinilah Ahmad menemukan keindahan yang ia impikan. Ya, keindahan itu adalah Elizabeth, seorang wanita yang sengaja diturunkan oleh Sang Khalik untuk mengajari Ahmad tata cara hidup dan fatsoen yang selama ini kurang ia miliki. Komitmen yang kuat untuk merealisasikan impian menjadi dasar perkenalan mereka. Tidak ada basa-basi, tidak ada maksud pura-pura atau sekedar menyenangkan hati saja, namun keindahan itu dilandasi oleh angin keikhlasan.

Aliran yang mengikat egoisme antara mereka telah mengalir kuat di dalam diri, hingga akan membentuk sebuah danau yang menyejukkan. Sepasang cincin yang nantinya akan disematkan di masing-masing jari manisnya telah mereka bayangkan. Keikhlasan do’a juga telah mengirinya.

Di tengah perjalanan mengairi danau tersebut, mereka diterjang oleh musim kemarau berkepanjangan yang sebenarnya mampu memblokir alirannya. Tetapi aliran air tidak akan berhenti di situ saja, melainkan ia akan mencari celah-celah yang akan menghubungkan ke danau tadi. Dibaca dari namanya saja, Ahmad dan Elizabeth adalah dua pribadi yang berbeda, orang pun sangsi atas air yang mereka coba untuk alirkan. Dasar air, meski di bendung-bendung ya tetap saja mencari celah untuk mengalir. Mereka menyadari kalau aliran air mereka akan melenceng kesana-kemari, ya wajar saja toh namanya juga air, seenaknya sendiri dia berjalan.

Suatu ketika Elizabeth merasa capek untuk terus mengalirkan airnya itu karena kemarau tadi, namun karena komitmen mereka untuk terus mengalir itu sangat kuat, sehingga membuat mereka tetap berjalan mencapai pintu angan-angan. Sebentar lagi aliran air yang terus mereka jalani akan membentuk keindahan danau. Doa demi doa mereka jalani, perilaku prihatin pun ingin mereka tanamkan. Perubahan sikap sedikit demi sedikit telah mereka tunjukkan.

Lembah yang ingin mereka masuki menjadi sebuah danau, tiba-tiba saja mendekat setelah berbulan-bulan lamanya air itu mereka alirkan. Mereka berdua terus memejamkan mata dan bergandengan tangan dengan pikiran menerawang jauh ke depan sebelum menjatuhkan ke danau tersebut. Saking asyiknya mereka kontemplasi, tiba-tiba saja dikejutkan oleh sebuah berita gembira dari Sang Khalik bahwa sebentar lagi kalian akan mengalir ke dalam danau. Metamorforsis akan terjadi. Kebahagiaan akan segera merasuk dalam aliran itu. Dan impian mereka untuk memberi warna emas pada jari manis akan segera terwujud.

Namun, seperti yang dikemukakan oleh Huo Yuan Jin bahwa hidup itu bukan hanya masalah pribadi, melainkan mengasihi pasangan kita. Dari situlah semuanya beranjak. Kedua insan itu mengalami metamorforsis hidup yang menjadi angan-angan setiap orang, tidak lain adalah perNIKAHan. Kata saya dalam bahasa Jawa, NI-KAH itu berarti NIti berKAH yang artinya mencari berkah kebahagiaan dari Sang Khalik. Semoga...

*******


Agung Wibowo
Jelang Pernikahan
Minggu I - September 2006